Di tengah lanskap politik Suriah yang kompleks dan terpecah belah, sorotan tajam kembali tertuju pada dua entitas yang berebut l...
Di tengah lanskap politik Suriah yang kompleks dan terpecah belah, sorotan tajam kembali tertuju pada dua entitas yang berebut legitimasi dan sumber daya: Pemerintah Suriah di Damaskus dan Administrasi Otonom Suriah Utara dan Timur (AANES). Perbandingan anggaran tahunan mereka untuk tahun 2024 menjadi cerminan nyata dari disparitas kekuatan ekonomi, tantangan, dan aspirasi masa depan yang membentuk nasib jutaan jiwa. Data terkini mengungkapkan jurang finansial yang lebar, menggarisbawahi realitas yang ada pasca konflik.
Administrasi Otonom Suriah Utara dan Timur, yang menguasai wilayah kaya minyak di timur laut Suriah, telah memproyeksikan anggaran sebesar USD 1,06 miliar untuk tahun 2024. Angka ini mencerminkan upaya mereka dalam membangun dan mempertahankan struktur pemerintahan de facto di tengah ketidakstabilan regional.
Sebagian besar pendapatan yang diharapkan, yaitu sebesar USD 670 juta, berasal dari penjualan minyak, yang menjadi tulang punggung ekonomi wilayah tersebut.
Meskipun demikian, AANES menghadapi tantangan serius dengan proyeksi defisit sebesar USD 389 juta. Kesenjangan finansial ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai keberlanjutan operasional mereka di masa mendatang. Belum ada rencana konkret yang jelas mengenai bagaimana defisit signifikan ini akan ditutupi, sebuah indikasi bahwa meskipun memiliki sumber daya minyak, AANES masih bergulat dengan masalah likuiditas dan stabilitas fiskal.
Di sisi lain, Pemerintah Suriah di Damaskus, meskipun sempat berada dalam cengkeraman krisis ekonomi berkepanjangan dan sanksi internasional, mengumumkan anggaran yang secara nominal jauh lebih besar. Diperkirakan angkanya sekitar USD 3,1 miliar.
Perbandingan langsung menunjukkan bahwa anggaran Pemerintah Suriah di Damaskus hampir tiga kali lipat lebih besar dibandingkan dengan anggaran yang diumumkan oleh AANES. Namun, perlu dicatat bahwa kemampuan ekonomi Pemerintah Suriah telah terkikis parah oleh inflasi hiper, devaluasi mata uang, dll meski saat ini beberapa hambatan sudah dilalui.
Pendapatan yang diproyeksikan untuk Damaskus mencapai 26.000 miliar Pound Suriah, sementara defisit nasional diperkirakan sekitar 9.404 miliar Pound Suriah, atau setara dengan sekitar USD 800 juta.
Defisit yang dialami oleh kedua entitas ini, meskipun berbeda dalam skala nominal, menyoroti kerapuhan ekonomi yang melanda seluruh Suriah. Baik AANES maupun Damaskus sama-sama berjuang untuk membiayai operasional mereka dan menyediakan layanan dasar bagi penduduk di wilayah kontrol masing-masing.
Ketergantungan AANES pada minyak, dan perjuangan Damaskus untuk mengelola sumber daya yang terbatas, menciptakan gambaran suram tentang prospek ekonomi di negara yang baru saja dilanda perang ini.
Perbedaan fundamental dalam sumber pendapatan juga patut digarisbawahi. AANES sangat bergantung pada pendapatan minyak dari wilayah yang mereka kendalikan, yang meskipun signifikan, rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global dan tekanan militer. Sementara itu, Damaskus berjuang dengan basis pajak yang menyusut dan keterbatasan akses terhadap sumber daya alam, memaksa mereka untuk lebih mengandalkan bantuan asing, dukungan sekutu seperti Arab Saudi, Qatar dll, dan kebijakan moneter yang seringkali memicu inflasi lebih lanjut.
Kesenjangan anggaran ini bukan sekadar angka di atas kertas; ia mencerminkan realitas di lapangan. Bagi AANES, anggaran yang lebih kecil berarti kapasitas terbatas untuk investasi infrastruktur, pengembangan ekonomi, dan penyediaan layanan publik yang komprehensif. Bagi Damaskus, anggaran yang lebih besar secara nominal tidak serta merta berarti kemakmuran, melainkan perjuangan terus-menerus untuk menjaga perekonomian agar tidak runtuh sepenuhnya di bawah beban sanksi dan konflik internal.
Jika AANES pada suatu titik memutuskan untuk bersatu dengan struktur keuangan pusat di Damaskus, skenario ini akan menghadirkan serangkaian konsekuensi yang kompleks. Dalam teori, penggabungan ini bisa membawa stabilitas keuangan yang lebih besar melalui konsolidasi sumber daya nasional.
Pendapatan minyak dari wilayah AANES dapat disalurkan ke kas negara pusat, berpotensi mengurangi defisit keseluruhan Pemerintah Suriah dan memungkinkan alokasi dana yang lebih merata untuk rekonstruksi dan pembangunan di seluruh negeri.
Penyatuan keuangan juga dapat membuka pintu bagi Damaskus untuk mendapatkan kembali kontrol atas sumber daya alam yang vital, memperkuat posisinya dalam negosiasi internasional, dan menarik investasi yang lebih besar jika ada stabilitas politik. Integrasi ini bisa mengurangi fragmentasi ekonomi yang saat ini menghambat pemulihan Suriah, menciptakan kerangka kerja yang lebih kohesif untuk kebijakan fiskal dan moneter. Dengan demikian, tekanan ekonomi pada AANES sendiri mungkin mereda, seiring dengan berbagi beban defisit.
Namun, skenario persatuan ini juga sarat dengan tantangan dan risiko. AANES mungkin akan kehilangan otonomi finansial yang telah mereka nikmati, dan ada kekhawatiran bahwa pendapatan dari wilayah mereka mungkin tidak dialokasikan secara adil atau transparan.
Perbedaan ideologi, sistem administrasi, dan prioritas politik antara AANES dan Damaskus bisa menjadi hambatan besar dalam proses integrasi ini, berpotensi memicu ketegangan baru dan mengancam stabilitas di wilayah tersebut.
Di sisi lain, jika AANES tetap mempertahankan otonomi finansial mereka dan tidak bersatu dengan keuangan pusat, mereka akan terus beroperasi sebagai entitas fiskal yang terpisah. Skenario ini memungkinkan AANES untuk mempertahankan kendali penuh atas pendapatan dan pengeluaran mereka, memberikan fleksibilitas dalam mengimplementasikan kebijakan ekonomi yang sesuai dengan kebutuhan dan prioritas wilayah mereka.
Ini juga memungkinkan mereka untuk menghindari beban utang dan sanksi yang membebani Pemerintah Suriah di Damaskus.
Namun, kemandirian finansial juga berarti AANES harus terus menghadapi tantangan defisit yang signifikan sendiri, tanpa dukungan dari kas negara yang lebih besar. Mereka akan tetap rentan terhadap gejolak pasar minyak global dan tekanan militer atau politik yang dapat mengganggu produksi dan distribusi minyak. Mencari sumber pendapatan alternatif dan menarik investasi asing akan menjadi lebih sulit tanpa pengakuan internasional penuh sebagai negara berdaulat.
AANES juga mungkin terus bergulat dengan masalah likuiditas dan ketidakmampuan untuk melakukan investasi skala besar yang diperlukan untuk pembangunan kembali pascakonflik. Ketergantungan pada pendapatan minyak membuat ekonomi mereka kurang terdiversifikasi dan lebih rentan terhadap kejutan eksternal. Tanpa integrasi ekonomi yang lebih luas dengan seluruh Suriah, atau setidaknya dengan mitra perdagangan regional, potensi pertumbuhan mereka mungkin terbatas.
Dalam skenario ini, AANES harus secara aktif mencari cara untuk menutupi defisit mereka, baik melalui peningkatan efisiensi pengumpulan pajak, diversifikasi ekonomi, atau mencari dukungan dari aktor internasional yang bersedia berinteraksi langsung dengan mereka. Ini juga akan mendorong mereka untuk terus mengembangkan kapasitas administrasi dan tata kelola yang kuat untuk meyakinkan potensi donor dan investor.
Pada akhirnya, nasib finansial AANES dan Pemerintah Suriah di Damaskus saling terkait erat dengan masa depan politik Suriah secara keseluruhan. Apakah mereka akan menemukan jalan menuju rekonsiliasi dan integrasi, ataukah mereka akan terus beroperasi sebagai entitas yang terpisah, kedua pilihan ini memiliki implikasi mendalam bagi jutaan warga Suriah yang hanya menginginkan stabilitas, pembangunan, dan prospek ekonomi yang lebih baik di tengah puing-puing perang. Angka-angka anggaran ini bukan hanya sekadar catatan keuangan, melainkan kisah perjuangan dan harapan di negeri yang bergolak.
Dibuat oleh AI
COMMENTS