Krisis kemanusiaan di Gaza semakin memburuk di tengah genosida militer Israel yang tiada henti. Dalam situasi yang makin kacau, ...
Krisis kemanusiaan di Gaza semakin memburuk di tengah genosida militer Israel yang tiada henti. Dalam situasi yang makin kacau, Israel dituding secara sistematis mendorong bentrokan antarwarga Palestina, memanfaatkan milisi bersenjata lokal untuk memperlemah kelompok perlawanan Hamas. Sementara itu, serangan terhadap pengungsi yang sedang antre bantuan makanan tetap berlangsung, menambah panjang daftar korban jiwa setiap harinya.
Menurut laporan sejumlah media Timur Tengah, termasuk Israel Hayom, Israel melalui dinas intelijen Shin Bet telah sejak lama menjalankan sandiwara operasi rahasia dengan menggandeng kelompok bersenjata lokal di Gaza. Tujuannya untuk memecah belah warga Palestina dengan skenario pertarungan antarkelompok bersenjata di wilayah pengungsian.
Skema ini kembali diaktifkan seiring operasi militer besar-besaran Israel di Gaza sejak awal tahun ini untuk menambah penderitaan warga Gaza yang sampai saat ini belum dapat dihentikan PBB karena veto AS dkk di Dewan Keamanan PBB. Seorang pejabat Shin Bet di lapangan mengusulkan agar kontrol di beberapa zona diberikan sementara kepada klan bersenjata, disertai bantuan logistik secara diam-diam. Strategi ini diyakini mampu meningkatkan penderitaan warga Gaza.
Rencana tersebut disetujui secara terbatas oleh sejumlah petinggi keamanan Israel, termasuk Menteri Pertahanan Israel Katz, Kepala Staf IDF, kepala Shin Bet, dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Area pertama yang dijadikan percobaan adalah di sekitar koridor Morag, wilayah selatan Gaza yang dihuni ribuan pengungsi.
Sejak itu, para pengungsi mulai mendengar kabar tentang zona aman di bawah perlindungan milisi lokal. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kelompok bersenjata yang didukung Israel justru kerap terlibat dalam penjarahan bantuan kemanusiaan, menyebabkan ribuan warga tetap kelaparan.
Berdasarkan pengakuan beberapa pejabat Israel, kelompok tersebut dipimpin oleh seorang tokoh suku Badui Gaza bernama Yasser Abu Shabab. Kelompok inilah yang belakangan dilaporkan oleh lembaga kemanusiaan internasional telah menjarah truk-truk bantuan dan menimbulkan kekacauan di titik distribusi, sebagaimana diinginkan oleh Israel.
Tragisnya, di saat warga Gaza saling curiga antar sesama, serangan udara Israel tetap menggempur kamp-kamp pengungsi yang sedang antre bantuan. Data organisasi kemanusiaan menyebutkan, sedikitnya 50 hingga 100 warga sipil tewas setiap hari dalam serangan di sekitar titik distribusi pangan.
Israel diyakini sengaja membiarkan konflik internal Palestina berkembang, sebagai bagian dari strategi “divide and rule” untuk menghancurkan pemerintahan Gaza yang dijalankan Hamas. Israel Hayom bahkan secara terbuka menyebut bahwa menghancurkan Hamas harus dilakukan dengan memecah solidaritas rakyat Palestina.
Sejumlah analis politik Timur Tengah menilai bahwa kebijakan ini bukan sekadar operasi militer biasa, melainkan bentuk perang psikologis yang kejam. Dengan membuat warga Gaza saling bertikai, Israel berharap bisa menambah penderitaan sehingga secara terpaksa akan mengikis dukungan masyarakat terhadap perlawanan warga Gaza atas genosida yang mereka alami. Harapannya genosida dapat terus berlanjut tanpa ada perlawanan atau kritik.
Selain itu, para pengungsi di selatan Gaza juga mulai kehilangan kepercayaan terhadap proses distribusi bantuan. Banyak dari mereka yang memilih tidak mendekati pusat pembagian pangan karena takut jadi sasaran serangan udara atau menjadi korban bentrok antar kelompok. Kematian akibat kurang gizi meningkat. Inilah yang disebut 'kelaparan digunakan sebagai senjata', dan sudah dikutuk lembaga PBB.
Di sisi lain, komunitas internasional mulai memberikan perhatian terhadap praktik Israel yang mempersenjatai kelompok-kelompok kriminal di Gaza. Beberapa negara Eropa dan organisasi hak asasi manusia mengecam tindakan ini karena memperkeruh situasi kemanusiaan di Gaza yang sudah sangat buruk.
Mantan Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman secara terbuka menuduh pemerintah Netanyahu telah memberikan senjata kepada “penjahat dan kriminal” di Gaza demi melawan Hamas. Pernyataan ini sontak memicu polemik di dalam negeri Israel.
Lieberman menegaskan bahwa strategi tersebut hanya akan menciptakan kekacauan baru yang akan sulit dikendalikan. Ia juga memperingatkan bahwa kelompok bersenjata yang kini dipersenjatai Israel bisa saja suatu saat berbalik arah.
Israel Hayom menyebut bahwa Israel belum berniat menghentikan operasi rahasia ini, karena menganggapnya efektif dalam meningkatkan korban genosida. Dan itu sukses membuat korban sipil terus berjatuhan, dan suasana di kamp-kamp pengungsi makin tidak terkendali. Kebijakan psikopat ini akan terus terjadi berkat dukungan veto di DK PBB.
Organisasi internasional seperti Palang Merah dan UNRWA melaporkan bahwa jumlah korban akibat bentrok internal Palestina dan serangan Israel bertambah setiap hari. Para pengungsi yang seharusnya menerima bantuan malah terjebak dalam situasi saling curiga dan kekerasan.
Di beberapa titik, pengungsi yang nekat antre makanan kerap menjadi sasaran tembakan pasukan Israel maupun ledakan rudal. Suasana panik dan ketakutan menyelimuti kamp-kamp yang padat oleh perempuan dan anak-anak.
Sementara itu, Hamas sendiri berusaha mempertahankan kontrol di sejumlah wilayah pengungsian, namun tekanan dari milisi bersenjata pro-Israel dan serangan udara bertubi-tubi membuat posisi mereka kian terdesak, sehingga tak mampu mengamankan bantua untuk warga.
Situasi ini memunculkan kekhawatiran bahwa krisis kemanusiaan di Gaza akan mencapai titik terburuknya dalam waktu dekat. Kelaparan, wabah penyakit, dan ketakutan terus melanda lebih dari dua juta warga yang masih terperangkap di Gaza.
Sejumlah negara Arab mauoun perwakilan Palestina pun mulai mendesak Dewan Keamanan PBB untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap Israel. Mereka menilai strategi memecah belah rakyat Palestina dan terus menggempur kamp pengungsi sebagai kejahatan perang yang tak bisa ditoleransi.
Jika situasi ini dibiarkan berlanjut, Gaza dikhawatirkan akan menjadi medan perang tanpa aturan, di mana warga sipil menjadi korban utama dan konflik antar kelompok Palestina makin tak terkendali. Dunia ditantang untuk segera bertindak sebelum segalanya terlambat.
Dibuat oleh AI
COMMENTS