Situasi politik di wilayah timur laut Suriah mengalami perkembangan terbaru setelah pemerintah otonom Kurdi (AANES) secara resmi...
Situasi politik di wilayah timur laut Suriah mengalami perkembangan terbaru setelah pemerintah otonom Kurdi (AANES) secara resmi mengumumkan pengambilalihan Bandara Internasional Qamishli. Keputusan ini diresmikan lewat sebuah surat keputusan resmi Dewan Eksekutif Administrasi Otonom Demokratik Wilayah Utara dan Timur Suriah (AANES) tertanggal 19 Juni 2025.
Dalam keputusan yang ditandatangani oleh dua ketua bersama dewan eksekutif itu, disebutkan bahwa sebuah badan pengelola umum khusus dibentuk untuk mengatur seluruh urusan Bandara Qamishli. Bandara ini sebelumnya dikelola oleh otoritas Damaskus, namun paska jatuhnya rejim Bashar Al Assadz bandara dikuasai AANES bersama Rusia yang seharusnya sudah meninggalkan lokasi ke Latakia dan Tartus. Pangkalan Rusia di kedua tempat tersebut juga sedang dilakukan renegoisasi oleh pemerintahan Ahmed Al Sharaa.
Pengambilalihan ini dinilai sebagai langkah penting dalam upaya AANES memperkuat kontrol administratif di kawasan utara Suriah. Selain faktor keamanan, manajemen bandara secara langsung oleh pemerintah otonom dipandang strategis karena menyangkut akses logistik dan mobilitas udara di kawasan konflik itu.
Bandara Qamishli merupakan salah satu titik penerbangan utama di Suriah bagian timur laut. Selama ini bandara tersebut kerap menjadi jalur masuk bantuan kemanusiaan, evakuasi medis, serta pergerakan pejabat-pejabat asing yang menjalin kontak dengan otoritas lokal Kurdi.
Keputusan ini langsung menempatkan manajemen administratif, keuangan, dan pengelolaan properti bandara di bawah kendali pemerintah otonom. Dalam dokumen resminya, pemerintah otonom menyatakan badan pengelola ini bertanggung jawab penuh terhadap seluruh aspek operasional Bandara Qamishli.
Langkah ini juga menjadi bagian dari upaya memperkuat posisi politik dan administratif otonomi Kurdi di tengah ketidakstabilan Suriah. Sejak beberapa tahun terakhir, wilayah timur laut Suriah memang dikuasai pasukan Kurdi di bawah naungan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) dengan dukungan koalisi internasional.
Sementara itu, pemerintah pusat di Damaskus hingga kini belum mengeluarkan pernyataan resmi menanggapi keputusan tersebut. Beberapa media Suriah hanya melaporkan bahwa pemerintah masih mempertahankan kehadiran simbolis di area-area tertentu di Qamishli, dipimpin pejabat yang ditunjuk Damascus.
Kota Qamishli sendiri merupakan salah satu titik konflik strategis antara berbagai kekuatan di Suriah, mulai dari rezim Assad, pasukan Kurdi, kelompok oposisi, hingga kepentingan Turki yang terus memantau kawasan perbatasan.
Sejumlah analis menilai pengambilalihan Bandara Qamishli oleh otoritas Kurdi berpotensi memicu ketegangan baru, khususnya dengan pihak Turki yang selama ini menentang eksistensi pemerintahan otonom Kurdi di sepanjang perbatasan selatan.
Bagi pemerintahan Kurdi, penguasaan bandara memiliki arti vital karena memungkinkan mereka mengatur sendiri arus logistik dan pergerakan diplomatik dengan ketergangungan minimal dari Damaskus atau kekuatan eksternal lainnya.
Dalam surat keputusan tersebut juga dijelaskan bahwa peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal dikeluarkan dan wajib dilaksanakan oleh semua pihak terkait. Dewan eksekutif menyampaikan tembusan keputusan ini ke berbagai lembaga pemerintahan lokal di bawahnya.
Bandara Qamishli selama ini dikenal sebagai titik strategis di perbatasan Suriah-Irak-Turki. Selain menjadi jalur transportasi udara, bandara ini juga berfungsi sebagai pusat operasi keamanan dan intelijen bagi berbagai kekuatan di kawasan itu.
Langkah ini diperkirakan akan memudahkan pemerintah otonom Kurdi mengatur jalur keluar-masuk bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan warga sipil di wilayah otonomi tersebut, yang selama ini menghadapi blokade politik dan militer dari berbagai arah.
Pengambilalihan itu juga akan memberi keleluasaan bagi otoritas lokal dalam menjalin kerjasama logistik dan penerbangan sipil dengan pihak-pihak internasional, khususnya negara-negara Eropa dan organisasi kemanusiaan.
Di sisi lain, sejumlah pihak memperkirakan langkah ini bisa mempersulit hubungan Kurdi dengan pemerintah pusat Suriah yang masih berharap mempertahankan kedaulatan atas semua bandara internasional di dalam negeri. Walau begitu pemerintahan Ahmed Al Sharaa mengambil sikap pragmatis sesuai dengan perkembangan lapangan. Di satu sisi, Damaskus tidak ingin berbeda pendapat dengan AANES yang masih didukung AS dkk, sementara di pihak lain juga tak ingin melukai hati rakyat yang ingin adanya pemerintahan persatuan tanpa federalisme meski secara de facto AANES sudah menggunakan sistem tersebut.
Meski begitu, banyak kalangan di timur laut Suriah menyambut keputusan ini sebagai langkah positif untuk memperkuat kontrol administratif dan memastikan keamanan penerbangan di kawasan yang kerap rawan serangan.
Langkah ini juga menegaskan posisi politik pemerintahan otonom Kurdi yang secara de facto telah menjalankan pemerintahan mandiri di wilayahnya sejak konflik Suriah meletus lebih dari satu dekade lalu.
Meski demikian, sejumlah negara seperti Turki, AS dan negara-negara Teluk diprediksi akan memantau ketat perkembangan ini. Turki selama ini menolak konsep otonomi Kurdi di Suriah yang dikhawatirkan bisa menjadi preseden bagi separatisme di wilayah masing-masing.
Situasi geopolitik kawasan pun berpotensi kembali memanas, terutama jika keputusan ini ditanggapi dengan langkah militer atau diplomatik dari pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Info di atas terkait dengan berita berikut beberapa bulan lalu.
Bandara Internasional Damaskus Kembali Beroperasi Setelah Hampir Sebulan Terhenti
Bandara Internasional Damaskus hari ini kembali menjalankan penerbangan setelah hampir sebulan berhenti, demikian diumumkan oleh Samer Radhy, Direktur Pemeliharaan Pesawat di Syrian Airlines. Ia menyebutkan adanya rencana untuk secara bertahap memperluas operasi penerbangan ke sebagian besar negara Arab, sambil terus bekerja merehabilitasi bandara-bandara seperti Latakia dan Qamishli, meskipun masih menghadapi tantangan akibat sanksi ekonomi.
Penerbangan Pertama Menuju Sharjah Lewat Syrian Airlines dan Cham Wings
Samer Radhy mengatakan kepada jaringan media Rudaw, Selasa (7 Januari 2024), bahwa Bandara Internasional Damaskus telah kembali beroperasi hari ini, setelah terhenti hampir sebulan. Penerbangan pertama adalah milik Syrian Airlines menuju Sharjah pada pukul 10 pagi waktu Damaskus. Sementara itu, penerbangan milik Cham Wings Airlines menuju Sharjah dijadwalkan pukul 2 siang, dan penerbangan pertama Qatar Airways dari Doha tiba pukul 1 siang.
Radhy menjelaskan bahwa jadwal penerbangan akan dilakukan secara bertahap akibat masa penghentian sebelumnya, di mana saat ini penerbangan hanya menuju Sharjah lewat Syrian Airlines dan Cham Wings. Ada pula rencana memperluas operasi ke negara-negara Arab lain seperti Arab Saudi, Kuwait, dan Mesir.
Ia menambahkan, penerbangan nantinya akan kembali mencakup sebagian besar negara Arab seperti Uni Emirat Arab, Qatar, Arab Saudi, Kuwait, dan Kairo. Saat ini, bagian komersial perusahaan sedang bekerja untuk menjadwalkan ulang secara bertahap.
Direktur pemeliharaan itu juga memastikan bahwa Cham Wings Airlines akan kembali melayani penerbangan ke Erbil mulai pekan depan, dengan frekuensi mingguan untuk tahap awal.
Syrian Airlines Operasikan Dua Unit Airbus 320
Samer Radhy mengumumkan bahwa Syrian Airlines kini telah mengoperasikan dua pesawat baru tipe Airbus 320, masing-masing berkapasitas 162 penumpang, dan sudah siap untuk terbang mulai hari ini.
Ia juga mengungkapkan berbagai tantangan yang dihadapi sektor penerbangan Suriah akibat sanksi ekonomi, yang berdampak pada ketersediaan suku cadang dan perangkat lunak operasional. Namun, menurutnya, tim teknis di Suriah terus berusaha mencari solusi sementara.
Radhy memuji inisiatif dari Qatar dan Turki yang telah memberikan bantuan untuk mendukung penerbangan Suriah, termasuk dalam hal penyediaan suku cadang dan program operasi pesawat.
Bandara Latakia dan Qamishli Masih Menunggu Rehabilitasi
Terkait bandara-bandara lain, Radhy menjelaskan bahwa Bandara Aleppo saat ini sudah siap beroperasi, sementara Bandara Latakia dan Qamishli masih memerlukan peralatan tambahan guna proses rehabilitasi.
Ia menegaskan bahwa ada rencana untuk memperluas armada dan menambah jumlah pesawat, seraya menyatakan bahwa Syrian Airlines menargetkan perluasan peta operasionalnya hingga ke berbagai tujuan baru di tingkat global.
COMMENTS