Kesultanan Serdang dalam Sebuah Catatan
Homesejarah

Kesultanan Serdang dalam Sebuah Catatan

Di kawasan pesisir timur Sumatera, nama Senembah bukan sekadar sebutan daerah biasa. Ia memegang nilai sejarah yang erat kaitannya dengan ri...

Sisi Gelap Senjata Penyakit di Masa Penjajahan
Misteri Raja Tubba’ dari Yaman dan Negeri Zabag di Nusantara
Duterte Tegaskan Lapulapu Muslim, Bukti Sejarah Manila & Brunei Menguatkan


Di kawasan pesisir timur Sumatera, nama Senembah bukan sekadar sebutan daerah biasa. Ia memegang nilai sejarah yang erat kaitannya dengan riwayat Kesultanan Serdang, salah satu kerajaan Melayu ternama di masa lampau. Senembah menjadi saksi perebutan kekuasaan dan intrik politik yang diwariskan dari generasi ke generasi, menyatu dalam perjalanan sejarah Melayu Sumatera Timur.

Menurut catatan Tengku Luckman Sinar dalam buku Sari Sedjarah Serdang (1971), asal mula nama Senembah bermula dari kisah Si Emblang Pinggol, seorang bangsawan dari Barus, Tapanuli Tengah. Ia merupakan putra dari Tuanku Si Gambo yang kemudian menikahi adik dari Panglima Polim di Aceh. Dari perjalanannya itu, Si Emblang Pinggol akhirnya menetap di sebuah daerah yang ketika itu masih dihantui seekor harimau putih.

Dengan restu Sultan Aceh, Si Emblang Pinggol berhasil menaklukkan harimau tersebut dan mendirikan negeri Senembah. Atas jasanya itu, ia dianugerahi gelar Kejuruan Senembah, sebuah jabatan yang kelak menjadi awal mula kekuasaan lokal di wilayah itu. Dalam perkembangannya, Senembah menjadi salah satu kawasan strategis yang kerap diperebutkan karena letaknya yang berada di perbatasan dua kekuatan Melayu besar, yakni Kesultanan Deli dan Kesultanan Serdang.

Di bawah pemerintahan Tuanku Sultan Ainan Johan Almashah, Sultan Serdang kedua yang memerintah dari 1767 hingga 1817, Kesultanan Serdang menyusun sebuah lembaga kekuasaan yang dikenal dengan nama Orang Besar Berempat. Mereka adalah empat pembesar kerajaan berpangkat Wazir Sultan yang memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan pemerintahan.

Empat pejabat tinggi itu terdiri dari Raja Muda, yang kemudian berubah menjadi Bendahara, Datok Maha Menteri yang berkuasa di Araskabu, Datok Paduka Raja di Batangkuwis, dan Sri Maharaja di Ramunia. Lembaga ini bukan hanya sebatas struktur pemerintahan, tetapi juga merepresentasikan sendi kekeluargaan Melayu Sumatera Timur: suami, istri, anak beru (menantu), dan Puang (mertua).
Namun, kolonial Belanda yang selalu mengincar potensi kekayaan bumi Sumatera Timur melihat Senembah sebagai titik strategis. Tahun 1882, Residen Schiff menjalankan politik pecah belah dengan membagi Senembah menjadi empat kejuruan, masing-masing dipimpin oleh kepala adat setempat. Langkah itu bertujuan memperlemah kekuatan lokal dan memudahkan Belanda mengendalikan wilayah tersebut.

Pembagian wilayah itu meliputi Medan Senembah di bawah Wan Kolok, Patumbak dipimpin Wan Sulong Bahar, Sigaragara oleh Wan Sulong Mamat, dan Namu Surau di bawah Sibayak Amat. Meski demikian, skema tersebut tidak berjalan efektif lantaran ketegangan dan persaingan antar kejuruan tetap saja terjadi.

Melihat kondisi yang tidak stabil, Belanda kembali mengubah kebijakannya dengan membagi Senembah ke dalam dua kawasan administratif: Senembah Serdang dan Senembah Deli. Senembah Serdang berkedudukan di Sei Bahasa dengan wilayah Tadukan Raga dan Medan Senembah, sementara Senembah Deli berpusat di Patumbak dengan daerah Patumbak, Sigaragara, dan Namu Surau.

Senembah Serdang secara langsung berada di bawah Kesultanan Serdang yang saat itu telah berdiri sejak tahun 1723. Kesultanan ini terbentuk sebagai pecahan dari Kesultanan Deli akibat konflik suksesi yang melibatkan anak-anak dari Tuanku Panglima Paderap, Raja Deli ke-3. Ketika sang raja wafat, muncul perdebatan tentang siapa pewaris takhta berikutnya.

Seharusnya, menurut adat Melayu, putra dari permaisuri bernama Tuanku Umar yang berhak menduduki singgasana. Sayangnya, karena ia masih berusia muda dan mengalami cacat mata, peluangnya digeser oleh Tuanku Pasutan, putra dari selir yang ambisius merebut kekuasaan. Tuanku Pasutan bahkan mengusir adik tirinya dan ibunda permaisuri ke wilayah Serdang.

Ketegangan tersebut diredam oleh empat pembesar penting di wilayah itu, yakni Raja Urung Sunggal, Raja Urung Senembah, Raja Urung Batak Timur di Tanjong Merawa, dan Kejeruan Lumu dari Aceh. Mereka sepakat merajakan Tuanku Umar di Serdang sebagai upaya menghindari perang saudara yang dapat memecah belah masyarakat Melayu.

Sejak saat itu, Kesultanan Serdang berkembang pesat dengan wilayah kekuasaan mencakup Batang Kuis, Padang, Bedagai, Percut, Senembah, Araskabu, Ramunia, dan Perbaungan. Serdang menganut sistem pewarisan takhta yang tidak otomatis berdasarkan putra tertua, melainkan mempertimbangkan kecakapan dan kondisi calon penerusnya.

Dalam struktur pemerintahannya, seorang raja di Serdang berperan bukan hanya sebagai kepala pemerintahan, tetapi juga sebagai kepala agama Islam dengan gelar Khalifatullah fi’l ardh, serta sebagai Kepala Adat Melayu yang berwenang menjaga tatanan adat istiadat di wilayahnya. Kedudukan ini menunjukkan betapa eratnya hubungan agama, adat, dan kekuasaan di tengah masyarakat Melayu tempo dulu.

Kini, meskipun Kesultanan Serdang tinggal menjadi catatan sejarah, nama-nama wilayah seperti Senembah, Patumbak, dan Batang Kuis tetap hidup sebagai saksi bisu kejayaan kerajaan Melayu di masa silam. Senembah, dengan segala riwayatnya, tetap menyimpan cerita tentang keberanian, politik perebutan tahta, dan strategi adu domba kolonial yang pernah mengguncang tanah Sumatera Timur.


Nama

akademisi,2,arsitektur,12,baru,14,bekasi,1,bisnis,8,bogor,1,bugis,1,cikarang,1,cirebon,2,daerah,1,depok,2,dkijakarta,1,ekonomi,1,english,6,greater jakarta,9,hiburan,12,hukum,3,internasional,44,karawang,1,nasional,15,olahraga,1,pendidikan,13,pengamat,4,politik,24,purwakarta,1,sejarah,5,sosial,1,sukabumi,2,tangerang,1,teknologi,12,tokoh,1,top,11,universitas,1,wisata,7,
ltr
item
Greater Jakarta: Kesultanan Serdang dalam Sebuah Catatan
Kesultanan Serdang dalam Sebuah Catatan
https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgkqZ0ii_qeAAY2FnZlBwDykdi4-Kpu0gZRdg10dWwugN4u-uuoT6Wpxvb2qDkeOgOQQ-x7MI33yXJizfXqtm04vkhjSI8vn7o3oX2-iUkykzH8m7Xb-9qvpGI1intzunS8NH0V_EPtURZOAo-61SjXRg8sZMQNXjWljG2zOG5lClqqQD5tItQzxUOcJg
https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgkqZ0ii_qeAAY2FnZlBwDykdi4-Kpu0gZRdg10dWwugN4u-uuoT6Wpxvb2qDkeOgOQQ-x7MI33yXJizfXqtm04vkhjSI8vn7o3oX2-iUkykzH8m7Xb-9qvpGI1intzunS8NH0V_EPtURZOAo-61SjXRg8sZMQNXjWljG2zOG5lClqqQD5tItQzxUOcJg=s72-c
Greater Jakarta
http://greater-jakarta.blogspot.com/2025/05/kesultanan-serdang-dalam-sebuah-catatan.html
http://greater-jakarta.blogspot.com/
http://greater-jakarta.blogspot.com/
http://greater-jakarta.blogspot.com/2025/05/kesultanan-serdang-dalam-sebuah-catatan.html
true
6947194472983378553
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy