Di tengah revolusi kemerdekaan Belanda dari kekuasaan Spanyol, slogan "Liever Turks dan Paaps" menggema di negeri ters...
Di tengah revolusi kemerdekaan Belanda dari kekuasaan Spanyol, slogan "Liever Turks dan Paaps" menggema di negeri tersebut. Slogan yang berarti "Lebih baik Turki daripada Paus" ini menunjukkan sikap rakyat Belanda yang lebih memilih bersekutu dengan Kesultanan Utsmani dibanding tetap berada di bawah kendali Spanyol yang Katolik.
Revolusi kemerdekaan Belanda yang berlangsung sejak tahun 1568 hingga 1648 merupakan peristiwa besar dalam sejarah Eropa. Pada saat itu, Belanda berjuang keras untuk lepas dari cengkeraman Spanyol, yang berkuasa atas wilayah tersebut. Dalam perjuangannya, Belanda mencari dukungan dari berbagai pihak yang bersimpati terhadap upaya kemerdekaan mereka.
Salah satu dukungan yang didapatkan Belanda berasal dari dunia Islam. Kesultanan Utsmani memberikan bantuan dalam bentuk kekuatan maritim, yang membantu Belanda dalam menghadapi armada Spanyol. Dengan bantuan ini, Belanda berhasil memperkuat posisinya dalam perang kemerdekaan.
Di luar dukungan dari Kesultanan Utsmani, ada satu negara yang mencatatkan namanya dalam sejarah sebagai yang pertama kali mengakui kemerdekaan Belanda. Negara itu adalah Kesultanan Aceh Darussalam. Pada tahun 1602, Kesultanan Aceh secara resmi mengakui kedaulatan Belanda dan menjadi negara pertama yang melakukan hal tersebut.
Pengakuan Aceh terhadap kemerdekaan Belanda bukan sekadar pernyataan simbolis. Kesultanan Aceh memiliki hubungan diplomatik yang erat dengan Belanda pada masa itu. Hubungan ini terbukti dengan adanya utusan resmi Kesultanan Aceh yang dikirim ke Belanda untuk menjalin kerja sama lebih lanjut.
Salah satu utusan Kesultanan Aceh yang tercatat dalam sejarah adalah Tengku Abdul Hamid. Ia dikirim sebagai duta Kesultanan Aceh ke Belanda untuk memperkuat hubungan antara kedua negara. Namun, perjalanan diplomatiknya berakhir tragis. Tengku Abdul Hamid meninggal di Belanda pada tanggal 10 Agustus 1602.
Sebagai penghormatan atas peran pentingnya dalam hubungan antara Aceh dan Belanda, sebuah monumen didirikan di kota Middelburg, Belanda. Peresmian monumen ini menjadi bukti bagaimana hubungan diplomatik antara Kesultanan Aceh dan Belanda telah berlangsung sejak awal kemerdekaan Belanda.
Surat kabar Provinciealse Zeeuwse Courant yang terbit di Middelburg pada 25 Oktober 1978 turut mengangkat kisah peresmian monumen tersebut. Dalam pemberitaannya, media tersebut menyoroti peran besar Kesultanan Aceh dalam sejarah awal kemerdekaan Belanda.
Pengakuan dari Kesultanan Aceh terhadap kemerdekaan Belanda menegaskan posisi Aceh sebagai kekuatan maritim dan diplomatik yang berpengaruh pada masa itu. Sebagai negara yang memiliki armada laut yang kuat dan jaringan dagang yang luas, Aceh memainkan peran penting dalam percaturan politik internasional.
Peran Kesultanan Aceh dalam mendukung Belanda juga menunjukkan bagaimana hubungan antara dunia Islam dan Eropa pada masa itu tidak selalu bersifat konfrontatif. Sebaliknya, terdapat kerja sama dan dukungan politik yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak.
Bantuan maritim dari Kesultanan Utsmani dan pengakuan diplomatik dari Kesultanan Aceh merupakan faktor yang memperkuat posisi Belanda dalam perjuangan mereka. Kedua kekuatan Islam ini secara tidak langsung membantu Belanda mencapai kemerdekaan yang mereka perjuangkan selama puluhan tahun.
Meskipun hubungan Belanda dan Aceh mengalami pasang surut di kemudian hari, catatan sejarah ini tetap menjadi bagian penting dari perjalanan kedua bangsa. Kesultanan Aceh telah mencatatkan dirinya dalam sejarah dunia sebagai negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Belanda.
Sampai hari ini, monumen di Middelburg tetap berdiri sebagai saksi bisu dari peristiwa bersejarah tersebut. Monumen ini tidak hanya mengenang jasa Tengku Abdul Hamid, tetapi juga menjadi pengingat tentang bagaimana Aceh dan Belanda pernah memiliki hubungan yang erat di masa lalu.
Sejarah ini juga memberikan pelajaran tentang bagaimana diplomasi dan hubungan internasional dapat memengaruhi jalannya sejarah suatu bangsa. Dalam konteks perjuangan Belanda, bantuan dari pihak luar, termasuk dari Kesultanan Aceh, menjadi faktor yang berkontribusi pada keberhasilan mereka.
Di Indonesia sendiri, peran Kesultanan Aceh dalam sejarah kemerdekaan Belanda masih jarang dibahas. Padahal, peristiwa ini merupakan bagian dari sejarah yang menunjukkan betapa pentingnya posisi Aceh dalam dunia internasional pada abad ke-16 dan 17.
Dengan semakin banyaknya penelitian sejarah yang dilakukan, diharapkan masyarakat Indonesia dan Belanda dapat lebih memahami hubungan panjang yang telah terjalin antara kedua negara. Sejarah ini bukan hanya milik Belanda, tetapi juga merupakan bagian dari warisan sejarah Aceh dan Indonesia secara keseluruhan.
Kesultanan Aceh telah membuktikan diri sebagai kekuatan yang diperhitungkan dalam percaturan politik dunia. Pengakuan terhadap kemerdekaan Belanda hanyalah salah satu dari sekian banyak peran yang dimainkan Aceh dalam sejarah internasional.
Sejarah hubungan Aceh dan Belanda menjadi bukti bahwa hubungan antarbangsa dapat berkembang dalam berbagai bentuk, dari kerja sama hingga konflik. Namun, yang terpenting adalah bagaimana sejarah ini dapat menjadi pelajaran bagi generasi mendatang dalam memahami dinamika hubungan internasional.
Melalui monumen di Middelburg, kisah Tengku Abdul Hamid dan peran Kesultanan Aceh dalam kemerdekaan Belanda akan selalu dikenang. Sejarah ini menjadi bukti bahwa peran diplomasi dan hubungan antarbangsa telah berlangsung sejak lama dan memiliki dampak yang signifikan dalam perjalanan sebuah negara.
Dibuat oleh AI
COMMENTS